Jepang termasuk wilayah paling akhir mengenal agama Islam, tidak
seperti China yang sejak awal awal turunnya Islam di Jazirah Arabia,
sudah kedatangan sahabat Nabi SAW dan telah banyak wilayah yang memeluk
agama Islam.
Bicara tentang dakwah Islam di Jepang, memang terlalu sedikit
literatur yang bisa didapat. Tapi sejarah memang tidak menyuguhkan
kepada kita tentang Jepang yang dimasuki dakwah Islam sejak masa lalu.
Belum jelas apa penyebab keterlambatan bangsa Jepang mengenal dan
memeluk agama Islam. Memang pernah ada kebijakan mengasingkan diri
sekitar selama 200 tahun, mulai pertengahan abad ke-17, membuat Jepang
tidak punya kontak dengan dunia luar.
Baru pada zaman Meiji (Restorasi Meiji) tahun 1875, literatur-literatur
mengenai Islam yang berasal dari Eropa atau China, mulai diterjemahkan
dan masuk ke Jepang.
Salah satu catatan yang didapat menunjukkan Jepang baru mengenal Islam di tahun 1952.
Sumber lain menyebutkan bahwa Islam sudah sampai di Jepang lebih awal
lagi. Sebab Masjid di Kobe sudah berdiri sejak tahun 1938. Dan ikut
mengalami pemboman dalam perang dunia II.
Tapi secara umum, memang boleh dibilang Islam ‘terlambat’ masuk Jepang.
Setelah dakwah Islam melanglang buana dari Maroko hingga Merauke,
ternyata Jepang malah baru kenal Islam di abad 20.
Bangsa Turki
Salah satu sumber menyebutkan bahwa bangsa Jepang mengenal Islam lewat
datangnya bangsa Turki. Kisahnya bermula dari perstiwa yang terjadi di
tahun 1890, saat ada sebuah kapal Turki karam di perairan Jepang. Kapal
itu bernama Ertogrul. Konon dari 600-an awak kapal, hanya 69 dari mereka
yang selamat.
Pemerintah dan rakyat Jepang bersama-sama berusaha menolong para
penumpang yang selamat dan mengadakan upacara penghormatan bagi arwah
penumpang yang meninggal dunia. Peristiwa ini menjadi pencetus
dikirimnya utusan pemerintah Turki ke Jepang pada tahun 1891.
Hubungan sangat baik dengan Turki ini, juga membawa kemenangan bagi
Jepang dalam peperangan dengan Rusia tahun 1904. Setelah peristiwa
tersebut, yaitu sekitar tahun 1900-an, untuk pertama kalinya warga
muslim Jepang pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Sejak saat
itu, Islam mulai dikenal secara luas.
Di tengah politik ekspansi Jepang pada Perang Dunia II, timbul minat
tinggi terhadap rakyat Asia. Orang Jepang mulai tahu bahwa di antara
rakyat Asia ada rakyat muslim. Muncul kebutuhan untuk melakukan
penelitian tentang Islam. Maka dibentuk banyak lembaga penelitian,
organisasi maupun perkumpulan kajian Islam, bahkan juga terbit berbagai
majalah dan bukunya.
Tetapi pemerintah Jepang masa itu, memandang Islam tidak sesuai dengan
azas militer Jepang serta Shintoisme yang memuja banyak dewa. Karena itu
dakwah Islam tetap tidak diperbolehkan.
Setelah Perang Dunia II berakhir dan banyak Negara di Asia dan Afrika
meraih kemerdekaan, mulai bermunculan banyak negara Islam di panggung
dunia. Terjalinlah hubungan erat antara Jepang dengan negara-negara
Islam, terutama karena Timur Tengah adalah sumber minyak bagi Jepang.
Karena itu, Jepang makin mementingkan hubungan diplomatik dengan negara-negara Islam, baik dari segi diplomasi maupun ekonomi.
Saat ini konon warganegara Jepang yang memeluk agama Islam berjumlah
sekitar 70.000 orang. Angka ini sangat kecil apabila dibandingkan dengan
jumlah penduduk Jepang yang 120 juta orang.
Indonesia Terbanyak
Menurut catatan, masyarakat Islam yang paling banyak di Jepang adalah
orang Indonesia, disusul Pakistan, Bangladesh, dan Iran. Ini menjadi
catatan khusus tersendiri bagi bangsa kita untuk menjadi duta dakwah
yang potensial.
Apalagi mengingat bahwa keberadaan bangsa Indonesia yang muslim cukup
terhormat di Jepang. Banyak di antaranya adalah mahasiswa program S-2
dan S-3 yang berprestasi. Tingkat penghormatan bangsa Jepang kepada
masyarakat Islam Indonesia sangat baik, bila dibandingkan penghormatan
mereka kepada muslim dari Timur Tengah, seperti Mesir atau Suriah.
Bahkan dibandingkan dengan Muslim dari Pakistan sekalipun.
Barangkali, salah satu analisa menyebutkan, bahwa antara budaya Jepang
dan Indonesia memang ada banyak kesamaan, setidaknya keselarasan.
Keduanya sama-sama dari timur yang sama-sama menjungjung tinggi adat ketimuran.
Lihat gaya pramugari di Shinkansen, ketika memeriksa tiket, saking
sopannya sampai badannya dibungkukkan sambil agak menekuk kaki, mirip
seperti gaya puteri keraton.
Pusat Dakwah
Pada tahun 1930-an, hanya ada 2 masjid. Saat ini diperkirakan sudah
terdapat lebih dari 100 masjid. Dari jumlah tersebut, data yang berhasil
dihimpun oleh Tokyo University Islamic Culture Society baru meliputi 7
masjid dan 2 mushalla di wilayah Tokyo.
Lima buah masjid dan 3 mushalla di daerah Saitama, Kanagawa, dan Sendai.
Di wilayah Aichi dan Shizuoka tercatat 3 masjid, sedangkan di Kobe
terdapat sebuah masjid besar, yaitu Masjid Kobe, dan sebuah musholla.
Masih ada sebuah mushalla lagi, yaitu di daerah Takamatsu. Selain masjid
dan mushalla tersebut, tercatat 2 buah Islamic Center, masing-masing di
Tokyo dan Sendai.
Pusat Islam dan Asosiasi Muslim Jepang di Tokyo menjadi pusat studi
Islam dan bahasa Arab bagi warga Jepang, yang banyak menarik perhatian
warga muda Jepang.
Masjid Nagoya diresmikan tanggal 27 Juli 1998. Terletak tak jauh dari
Honjin Eki pintu 3, masjid ini mempunyai luas 61, 7 m2, terdiri dari
lantai 1 sebagai tempat wudhu, ruang kantor dan fasilitas kebersihan.
Lantai 2 untuk tempat sholat wanita, sedangkan lantai 3 adalah ruang
sholat utama bagi pria. Lantai 4 dan atap masjid sebagai ruang sholat
tambahan.
Pada saat sholat Jumat dan bulan puasa umat Islam memenuhi masjid hingga bagian atap masjid.
Muhammad Abduh yang menjadi rektor Al-Azhar di masanya pernah mengatakan
bahwa dia menemukan Islam di Eropa tapi tidak menemukan pemeluk Islam,
sebaliknya di Mesir ada orang Islam tapi tidak ada Islam.
Barangkali maksudnya bahwa orang Eropa telah menjalankan ajaran Islam,
walaupun tidak memeluk agama Islam secara resmi. Sebaliknya, bangsa
Mesir meski memeluk agama Islam, namun mereka kurang menjalankan agama
Islam.
Di Jepang, hal yang sekiranya mirip memang bisa kita saksikan. Bangsa
Jepang memang boleh dibilang tidak punya agama. Atau mungkin tepatnya
tidak beragama tertentu secara serius. Mereka umumnya lahir dalam agama
Shinto, kawin dengan gaya Kristen, dan mati dengan gaya Hindu.
Namun sisi kebaikan yang diajarkan agama Islam sebenarnya banyak
dilakukan oleh bangsa ini. Misalnya, kita saksikan bagaimana mereka
begitu taat kepada peraturan yang mereka buat sendiri, sampai seorang
kawan menyebutkan bahwa agama orang Jepang adalah peraturan.
Setiap pekerjaan dibuatkan SOP-nya hingga rinci, lalu mereka mentaatinya dengan tekun.
Selama kami di Jepang, rasanya belum pernah melihat sampah, baik di
jalan atau pun di tempat umum lainnya. Tidak kita lihat orang
menyeberang jalan seenaknya, kecuali bila lampu hijau penyeberangan
sudah menyala.
Setiap masuk ruangan yang mengharuskan buka alas kaki, bangsa Jepang
terbiasa menyusun sepatu mereka dengan rapi dan berjajar di rak. Bahkan
sudah menghadap ke luar.
Di dalam subway yang penuh sesak dengan manusia sehingga petugas harus
mendorong para penumpang dengan paksa, tidak kita dengar suara mereka
mengobrol apalagi berisik. Meski padat sesak dan bersentuhan dengan
ketat, tidak ada yang marah-marah.
Singkatnya, beberapa kebaikan yang jarang dilakukan oleh bangsa-bangsa
muslim, justru sudah dilakukan oleh bangsa ini. Termasuk dalam hal
produktifitas, penemuan ilmiah, kemajuan teknologi, penjagaan dan
pemeliharaan terhadap lingkungan, kejujuran, tidak adanya korupsi, taat
hukum dan aturan main dan masih banyak lagi. Sehingga semua ini membuat
dakwah di negeri Jepang sangat terbuka lebar.
Peradaban mereka secara lahiriyah sudah maju, tinggal bagaimana bangsa
muslim Indonesia dapat mempresentasikan agama ini dengan sejuk, damai,
logis dan menyenangkan.
Akan tiba waktunya suatu hari bangsa Jepang tertarik belajar agama
Islam, bukan lewat paksaan atau pun bahasa verbal lainnya, namun lewat
keteladanan, akhlaqul karimah, keramahan dan toleransi bangsa kita yang muslim.